Rabu, 01 September 2010

Relokasi RPA Terkendala Sengketa Lahan

JAKARTA, MP - Upaya Pemkot Administrasi Jakarta Barat merelokasi aktivitas Rumah Pemotongan Ayam (RPA), nampaknya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, rencana relokasi RPA ke Jl Kapuk Pulo No 45 RT 06/07, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, belum menemui titik terang, karena ternyata lahan itu masih dalam sengketa antara sejumlah pihak yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut.

Kondisi ini jelas membuat program sentralisasi RPA di Jakarta Barat menjadi terhambat. Padahal, Pemkot Administrasi Jakarta Barat melalui Sudin Peternakan dan Perikanan sudah bersepakat dengan pihak yang mengaku sebagai pemilik dan penjaga lahan yaitu Pusat Koperasi Komando Lintas Laut Militer (Puskopal Kolinlamil), untuk menggunakan lahan tersebut. “Mereka menawarkan tempat untuk dipakai Pemkot,” ujar Kusdiana, Kasudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Rabu (1/9).

Kusdiana menyebut, dari 21 hektar luas lahan yang ada, pihaknya hanya membutuhkan lahan 5 hektar untuk merelokasi tempat penampungan dan pemotongan ayam yang ada di Jakarta Barat.

Kusdiana menjelaskan, Kolinlamil mengaku memiliki kuasa atas tanah milik PT Pertamina untuk mengelola dan menjaga lahan tersebut. Namun tak lama berselang, datang surat yang mengatakan PT Pertamina sudah tidak memiliki kekuatan hukum terhadap tanah itu. Hal tersebut berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung (MA) No 96 K/Pdt/2000, yang menyatakan seseorang bernama Dayatullah bin Wahid adalah sebagai ahli waris satu-satunya dari Naisah binti Miran sekaligus pemilik lahan tersebut.

Belum selesai persoalan itu, muncul klaim pihak lain lagi yang mengklaim sebagai pemilik lahan itu. Di dalam surat yang masuk ke Sudin Peternakan dan Perikanan menyebutkan, lahan tersebut bukan milik Kolinlamil melainkan perseorangan, yaitu Agus Setiawan, selaku Direktur Utama PT Indograha Berseri. Lewat pengacaranya M Alexander Weenas, ia mengaku keberatan dengan rencana pemanfaatan lahan oleh pemerintah. Ini berarti, lahan itu diakui oleh tiga pihak yang berbeda dengan luas kepemilikan yang berbeda. “Ternyata, tanah itu masih dalam sengketa kepemilikan lahan. Hingga saat ini, proses hukum masih berlangsung ditingkat banding. Dikhawatirkan jika RPA tetap dibangun, masalah hukum akan muncul," ucapnya.

Kusdiana mengaku Puskopal Kolinlamil telah mengajukan diri untuk menyelesaikan sengketa tanah yang sedang berlangsung. Dengan begitu, selama proses hukum berlangsung pihaknya tidak bisa melakukan tindakan apa pun hingga status lahan menjadi jelas.

Namun di sisi lain, penerapan Perda No 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian, Pemeliharaan dan Peredaran Unggas dibatasi hingga akhir tahun ini, membuat pihaknya akan sangat kesulitan menerapkan perda ini karena infrastukturnya belum siap. Perda tersebut mengharuskan penampung dan pemotong ayam berada dalam satu lokasi agar pengawasan lebih mudah dilakukan.

Pihaknya juga harus mencari alternatif lain jika lahan di Kapuk tak jadi digunakan untuk relokasi. Apalagi RPA Ekadharma di Srengseng yang sebelumnya ditunjuk pemerintah sebagai rumah potong resmi telah ditolak para penampung dan pemotong ayam. Alasannya, ada tambahan biaya pemotongan untuk tiap ekor ayam yang menggunakan jasa di RPA tersebut. Kusdiana juga menyebut alternatif lahan lain di Kalideres seluas 5 hektar yang bisa digunakan. Namun, ada sekitar 4.500 meter persegi lahan yang merupakan milik warga belum dibebaskan. Selain itu, lahan tersebut juga tak sesuai peruntukannya. “Kalau di Kapuk peruntukannya sudah sesuai karena wilayah industri. Sedangkan di Kalideres, peruntukkannya sebagai pemukiman,” tandasnya. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails