JAKARTA, MP - Rencana relokasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) babi di Jl Peternakan Raya, Kapuk, Cengkareng ke bekas lahan karantika babi yang hanya berjarak 5 meter dari tempat semula, tetap mendapat penolakan dari warga sekitar. Namun Sudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat tetap akan merelokasi RPH itu, meski jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat yang lama. Karena sebelumnya rencana relokasi ke luar Jakarta juga terkendala dengan penolakan warga Tangerang.
"Sebenarnya kami juga keberatan dengan keberadaan RPH tersebut, karena pencemarannya mengganggu warga dan meyebabkan bau yang tidak sedap," tutur Kusdiana, Kasudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat.
Namun, pihaknya juga harus mengakomodir kebutuhan warga akan pemenuhan kebutuhan daging babi. Sebab, selama ini RPH Kapuk merupakan penyuplai utama daging babi di seluruh Jakarta. Tak kurang sekitar 900-1.000 ekor daging babi yang dibutuhkan warga Jakarta disuplai dari RPH Kapuk.
Terlebih, keberadaan RPH babi itu juga sudah berdiri sejak sekitar tahun 1984 dan kebutuhan masyarakat terhadap daging babi juga cukup besar. Sehingga pihaknya juga harus mengakomodir kebutuhan warga yang terbilang cukup besar tersebut.
Kusdiana menegaskan, saat ini saluran Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di RPH itu telah diperbaiki agar limbah bisa mengalir ke saluran yang semestinya. “Sebenarnya RPH itu sudah sejak lama ingin dipindahkan. Pada masa pemerintahan Gubernur Sutiyoso sudah ada rencana akan dipindahkan. Tapi urung dilaksanakan," jelasnya.
Bahkan, kota penyangga seperti Tangerang bahkan Bandung pun sudah ditawari untuk menampung RPH babi tersebut. Namun, semuanya menolak. "Kalau saja ada satu kota penyangga yang mau menampung, pasti RPH itu sudah kami pindahkan," tegasnya.
Ia menjelaskan, sebelumnya warga yang menghuni daerah dekat RPH Kapuk tidak banyak. Pasalnya, daerah itu merupakan daerah pergudangan dan perindustrian yang memang tidak diperuntukan sebagai pemukiman warga. Protes warga terhadap RPH tersebut, baru mulai bermunculan setelah banyak masyarakat menghuni daerah tersebut.
“Dulu RPH babi ini merupakan lokalisasi dari peternakan babi yang semula tersebar di lima wilayah Jakarta. Kala itu, tak kurang dari 82 peternak menanamkan modalnya berupa 40 ribu ekor babi. Masing-masing peternak mengelola peternakan di atas lahan 1.500 M2-2.000 M2,” bebernya.
Sebelumnya, kegelisahan warga atas keberadaan RPH itu karena dampak pencemaran yang ditimbulkan pada saluran air, karena kotoran tidak melalui septick tank dan saluran dari lokasi RPH yang tidak berfungsi. Jika air pasang, limbah berupa bagian tubuh dan bulu babi terlihat sehingga menyebabkan bau yang tidak sedap.
Bahkan dalam kondisi normal, batas antara saluran air dan jalan sudah sejajar. Akibatnya jika musim hujan tiba, air bisa meluap beserta limbah hewan tersebut. Selain itu, RPH babi itu seringkali membuang limbah seperti bulu halus babi dan kotoran yang sepertinya tidak diolah sebelumnya dan langsung dibuang ke saluran air. Sehingga, mengakibatkan sumur warga ikut tercemar. (red/*bj)
Senin, 03 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar